Mengintip Bahasa Perumpamaan Yang Sering Digunakan Para Ahli SHUFI

Apa Mak'na bahasa perumpamaan yang sering di gunakan para SHUFI,? pertanyaan inilah mungkin pernah terlintas di pikiran anda dan juga PR penting bagi penulis. Kata atau pesan yang di kategorikan sebagai perumpamaan sebetulnya banyak mengandung arti dalam hal ilmu spiritual, istilah jawa (sanepo) ini tujuan nya agar kita sebagai ummat manusia yang berakal selalu menggunaan akal tersebut untuk berfikir.


ALLAH S.W.T BERFIRMAN : Al ‘Ankabut Ayat: 43

وَتِلْكَ الْأَمْثٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ ۖ وَمَا يَعْقِلُهَآ إِلَّا الْعٰلِمُونَ


Artinya : "Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu."

Pada suatu sore, di serambi masjid yang jauh terpencil di pedalaman desa, terjadi dialog tentang Sufi dan Jalan Tashawuf seorang murid dengan Gurunya.

1- Santri :
Guru, mengapa para Sufi lebih memilih menggunakan bahasa perumpamaan untuk menjelaskan sesuatu dari pada bahasa yang lugas?
Guru Mursyid :
Pertanyaan yang bagus anakku.. Memang para Sufi yang sejati, yang telah mengenal Allah dengan pengenalan yang haqu pada umumnya lebih memilih menggunakan bahasa perumpamaan dalam menjelaskan suatu hakikat kebenaran, hal itu disebabkan beberapa alasan,
  • Mereka mengetahui (ma’rifat) bahwa Allah pun menyukai menggunakan perumpamaan, banyak terdapat dalam menjelaskan ayat-ayat-Nya dalam Al-Quran.

    Surah An Nuur Ayat : 35

    اللَّـهُ نُورُ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشْكَوٰةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ الْمِصْبَاحُ فِى زُجَاجَةٍ ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّىٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبٰرَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِىٓءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِى اللَّـهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُ ۚ وَيَضْرِبُ اللَّـهُ الْأَمْثٰلَ لِلنَّاسِ ۗ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ


    Artinya : Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

    Baca juga :
    Agama Apa Yang Paling Terbaik?

  • Dengan bahasa perumpamaan, para sufi ingin menekankan bahwa perangkat utama untuk memahami kebenanaran adalah kesucian/kejernihan qalbu, baru kecerdasan akal rasional manusia.

  • Bahasa perumpamaan mampu menjelaskan satu hal kepada berbagai lapisan obyek kemampuan orang yang berbeda dengan setiap orang memperoleh kualitas penjelasan sesuai keadaan masing-masing.
  • Dengan perumpamaan para sufi juga hendak menyatakan bahwa yang mereka ketahui pun terbatas, sedang hakikat yang sejati hanya Allah lah yang mengetahuinya.
2- Santri: Lalu, bagaimana agar kita dapat mengerti perumpamaan-perumpamaan itu dengan baik? Guru Mursyid : Setelah kita mengetahui alasan para sufi di atas, sebaiknya untuk mengerti penjelasan mereka kita pun menyesuaikannya, yaitu dengan:
  • Berupaya untuk lebih mengenal Allah sebaik-baiknya dengan memohon kepada Allah agar Dia berkenan untuk memperkenalkan Diri-Nya kepada kita sesuai dengan kondisi kita.
  • Berjuang keras mensucikan qalbu kita dari penyakit-penyakitnya, serta melatih akal rasional kita sehingga optimal dalam kaidah-kaidah logika.

    Qalbu yang suci diperlukan untuk menangkap esensi/hakikat sesuatu yang Allah maksudkan, sedang akal rasional yang optimal diperlukan untuk dapat menjelaskannya kepada sesama manusia.
    Bila kita hanya suci qalbu (tapi akal rasional kita kurang optimal), kita dapat menangkap esensi sesuatu, tetapi gagap dalam mengkomunikasikannya kepada orang lain.
    Sedangkan bila kita hanya optimal di akal rasional (tetapi qalbu kita masih belum bersih dari penyakitnya), ini lebih berbahaya, sebab kita belum mampu menangkap esensi sesuatu secara optimal, tetapi kita trampil dalam menjelaskannya kepada orang lain. Bahaya!!!! ini bisa ke diri kita sendiri maupun menyesatkan orang lain yang menganggap kita sebagai panutan.
3- Santri: Wah, ternyata tidak mudah belajar di jalan tashawuf itu ya Abi Guru? Sebaiknya apa yang sebaiknya kita lakukan Guru? Guru Mursyid : Pertanyaan yang cerdas dan penuh kesadaran yang baik Anakku, memang ada beberapa hal yang kau ketahui jika engkau bersungguh-sungguh ingin menempuh jalan tashawuf yang telah ratusan tahun di lalui dengan baik & benar oleh para kekasih Allah:
  • Jalan para Sufi sejati, bukan jalan hidup yang populer seperti di zaman sekarang ini yang semuanya serba instan apa saja bisa di lakukan di tempat tidur, tetapi barang siapa yang berhasil melewatinya dengan benar, maka keridhoan Allah SWT dan ‘pertemuan’ dengan-Nya yang Maha Sempurna menjadi imbalannya. Amin
  • Setiap proses yang menghasilkan sesuatu yang luar biasa, pastilah berat dan sulit menempuhnya. Itu merupakan kelaziman dalam kehidupan. Karena jalan hidup ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, sebenarnya JEJAK-JEJAK para penempuhnya yang berhasil dan gagal dapat dijadikan bekal bagi para calon atau penempuh pemula jalan ini. Dengan menyimak, menganalisis dan meneladani Kehidupan para penempuh yang BERHASIL, dan menyesuaikan dengan era zaman kita yang sekarng ini, kita bisa menempuhnya dengan perbekalan yang cukup.
  • Hendaknya kita menempuhnya dalam bimbingan seorang PEMBIMBING/MURSYID SEJATI yang telah berhasil menempuh jalan yang PENUH UJIAN ini. Karena seorang Mursyid sejati dia ada dalam bimbingan Allah ketika menjalankan tugasnya membimbing para salik/muridnya.
  • Jalan tashawuf ini secara umum tidak boleh bertentangan dengan hukum syariat lahir (fiqih), tapi secara khusus dan perkecualian –hanya untuk orang-orang yang betul-betul dicintai Allah. Adakalanya Allah menunjukkan bahwa jalan ini lebih utama dari syariat lahir dengan seolah-olah “melanggar hukum syar'i/ atau hukum alam”.

    Nah anakku, untuk kalian yang berminat menempuhnya, sebaiknya kalian mulai dengan membekali ilmu dan amal dalam syariat lahir dulu, sambil menyiapkan qalbu untuk siap jika sewaktu-waktu Allah memilih qalbu kita untuk Dia bimbing. Allah membimbing qalbu kita itu secara umum adalah dengan mengirimkan ujian demi ujian dalam hidup kita. Bila kalian telah belajar dengan benar, maka Sang Guru sejati Insya Allah akan membimbing dan menempa kalian dengan penuh kasih sayang…. Wallahu a’lam bi shawwab.
jika artikel ini bermanfaat silahkan share ke sosial media kalian agar artikel ini di temukan dan berguna bagi orang lain, trimakasih Demikian penjelasan kami mengenai artikel Mengintip bahasa perumpamaan yang sering digunakan Para SHUFI Semoga bisa menjadi referensi serta bermanfaat bagi anda.