Wajibkah Seorang Muslim Bertarekat, Apa Bahayanya Jika Tidak Bertarekat ?
Rugi dan Penyesalan yang amat sangat jika seorang muslim tidak bertarekat.
Tanya :
Apa akibat dan bahayanya jika seorang Muslim yang mengaku beriman tidak mempelajari Tarekat?
Jawab :
Jika seorang Muslim yang mengaku beriman hanya mempelajari Ilmu Syari’at saja dan tidak mempelajari Tarekat sampai akhir hayatnya, maka nanti pada saat sakaratul maut segala amalan Syari’atnya (shalat, puasa, zakat, dan haji) tidak akan dapat menolongnya. Menurut Al-Ghazali, yang dimaksud dengan sakaratul maut yaitu, dikatakan telah mati, nyawanya masih ada, dikatakan masih hidup, sudah tidak bisa apa-apa.
Ada tujuh sifat maani (wajib) pada Allah Taala yang telah dipinjamkan kepada manusia, diantaranya yaitu :
ﻳَﻮْﻡَ ﻻَﻳَﻨْﻔَﻊُ ﻣَﺎﻝٌ ﻭَﻻَﺑَﻨُﻮْﻥَ . ﺍِﻻَّﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑِﻘَﻠْﺐٍ ﺳَﻠِﻴْﻢٍ .
Artinya : “Pada hari itu harta anak-anak laki-laki tiada berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Jadi berdasarkan ayat di atas bahwa yang dapat menyelamatkan manusia pada saat sakaratul maut adalah hati yang bersih. Adapun yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu hati yang selalu mengingat Allah.Jadi jelaslah Ilmu Syari’at tidak berlaku dan tidak dapat digunakan pada saat sakaratul maut, sebab Ilmu Syari’at terkait dengan sifat iradat, qudrat, basar, sama’, dan kalam. Sedangkan kelima sifat tersebut telah diangkat oleh Allah pada saat sakaratul maut. Oleh sebab itu Hadis Nabi yang berbunyi :
ﻟَﻘِّﻨُﻮﺍْ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻻَﺍِﻟَﻪَ ﺍِﻻَّﺍﻟﻠﻪُ
Artinya : “Bimbinglah orang yang hendak meninggal dunia dengan ucapan: la ilaha illallah”. (H.R. Muslim).
Hadis di atas sesungguhnya diperuntukkan kepada orang yang akan mati, yaitu setiap orang yang masih hidup dan bukan kepada orang yang akan mati pada saat sakaratul maut. Hadis di atas merupakan peringatan kepada orang-orang yang masih hidup supaya mengenal Allah, sebab apabila kalimah la ilaha illallah dibisikkan kepada orang yang akan mati pada saat sakaratul maut tidak akan ada gunanya, sebab Allah telah mengangkat sifat sama’ (pendengaran) padanya, mata telah buta, anggota badan telah lumpuh dan kaku. Maka tiadalah yang dapat menyelamatkan manusia pada saat sakaratul maut selain dirinya sendiri.
Pohon jelatang di tepi laut...
Gugur bunganya dimakan ikan...
Kalaulah datang si Malaikal maut...
Ilmu apa yang akan digunakan...
Orang nelayan pergi ke laut...
Pukat dibawa penangkap ikan...
Kalaulah datang si Malaikal maut...
Ilmu Hakikat itulah yang di gunakan...
Kata bismillah asal mula jadi...
Makrifat iman itulah nur Ilahi...
Apalah gunanya ilmu dicari...
Kalaulah tidak mengenal diri...
Pandang makrifat di dalam diri...
Tempat terjadi ismu Illahi...
Amalan Syari’at belumlah berarti...
Amalan hakikat itulah yang dibawa mati...
Baca juga : Pentingnya Perpaduan Antara Syariat dan Haqiqat
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa Ilmu Hakikatlah yang berlaku pada saat sakaratul maut, sebab hanya dengan Ilmu Hakikatlah manusia dapat mengingat Allah. Apabila pada saat akhir hayatnya ia dapat mengingat Allah, maka inilah yang disebut dengan hati yang bersih/selamat (qalbin salim), yaitu tidak ada yang diingatnya selain Allah. Di sinilah penentuan apakah manusia itu masuk surga atau neraka. Apabila pada saat akhir hayatnya ia dapat mengingat Allah, maka surgalah baginya. Adapun orang yang tidak dapat mengingat Allah pada akhir hayatnya, maka nerakalah baginya.
Adapun bagi orang yang dapat mengingat Allah, maka tidak ada hak bagi Malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Allahlah yang langsung mencabut nyawanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat az-Zumar ayat 42 :
ﺍﻟﻠﻪُ ﻳَﺘَﻮَﻓَّﻰ ﺍْﻷَﻧْﻔُﺲَ ﺣِﻴْﻦَ ﻣَﻮْﺗِﻬَﺎ
Artinya : Allahlah yang mencabut nyawa orang yang mengingat Allah ketika matinya.”
Berdasarkan ayat di atas, Allahlah yang langsung mencabut nyawa orang yang dapat mengingat-Nya di saat wafatnya. Para sufi berkata bahwa sesakit-sakit orang yang dicabut oleh Allah nyawanya adalah seperti ia mengangkat takbir ketika hendak sembahnyang. Adapun cara Allah mewafatkan hamba-hamba-Nya yang dapat mengingat-Nya, maka Allah cukup hanya dengan memanggilnya, sebagaimana dijelaskan di dalam firman Allah dalam surat al-Fajri ayat 27-30 :
ﻳَﺄَﻳَّﺘُﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲُ ﺍﻟْﻤُﻄْﻤَﺌِﻨَّﺔٌ . ﺍِﺭْﺟِﻌِﻰ ﺍِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻚَ ﺭَﺍﺿِﻴَﺔً ﻣَﺮْﺿِﻴَﺔً . ﻓَﺎﺩْﺧُﻠِﻰ ﻓِﻰ ﻋِﺒَﺪِﻯ . ﻭَﺍﺩْﺧُﻠِﻰ ﺟَﻨَّﺘِﻰ .
Artinya : “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Q.S. 89 al-Fajri: 27-30).
Demikianlah penghargaan Allah bagi orang yang dapat mengingat-Nya pada saat wafatnya. Para Malaikat yang mengelilinginya hanya mengucapkan salam kepadanya dan menggiring ruh tersebut ke baitul makmur.
Adapun bagi orang yang tidak dapat mengingat Allah pada saat wafatnya, maka Allah mewakilkan kepada Malaikat Maut untuk mencabut nyawanya, sebagaimana firman Allah :
ﻗُﻞْ ﻳَﺘَﻮَﻓَّﻜُﻢْ ﻣَّﻠَﻚُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻭُﻛِّﻞَ ﺑِﻜُﻢْ ﺛُﻢَّ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮْﻥَ .
Artinya : “Katakanlah Allah akan mewakilkan Malaikal maut untuk mencabut nyawamu, kemudian kepada Tuhanmulah kamu akan kembali”. (Q.S. 32 as-Sajadah: 11).
Selanjutnya di dalam surat an-Nisa Allah menjelaskan orang yang bagaimana yang dicabut oleh Malaikat maut nyawanya, sebagaimana firman Allah :
ﺍِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺗَﻮَﻓَّﻬُﻢُ ﺍﻟْﻤَﻠَﺌِﻜَﺔُ ﻇَﺎﻟِﻤِﻰ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ
Artinya : “Sesungguhnya orang yang diwafatkan Malaikat maut adalah mereka yang menzalimi diri mereka sendiri”. (Q.S. 4 an-Nisa: 97).
Berdasarkan penjelasan ayat di atas bahwa sesungguhnya orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah pada hakikatnya adalah orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri.
Adapun seenak-enak atau seringan-ringan Malaikat maut mencabut nyawa manusia adalah seperti kambing dikuliti hidup-hidup. Demikianlah jijiknya Allah terhadap orang yang tidak dapat mengingat-Nya, sehingga Allah mewakilkan kepada Malaikat maut untuk mencabut nyawanya.
Demikianlah betapa meruginya orang-orang yang hanya mengandalkan amal Syari’at saja dan mengabaikan Hakikat. Orang-orang yang mengabaikan hakikat adalah orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri. Hal ini disebabkan karena sesungguhnya mereka tidak mengenal yang mereka sembah. Inilah yang menyebabkan mereka tidak dapat kembali kepada Allah karena sesunggunya sewaktu di dunia mereka tidak pernah mengenal Allah.
Adapun bagi orang-orang mukmin yang dapat mengingat Tuhannya semasa hidupnya di dunia, maka di yaumil mahsyar wajah mereka pada hari itu berseri-seri sebagaimana firman Allah :
ﻭُﺟُﻮﻩٌ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻧَّﺎﺿِﺮَﺓٌ . ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻬَﺎ ﻧَﺎﻇِﺮَﺓٌ .
Artinya : “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Q.S. 75 al-Qiyamah: 22-23).
Hadis Nabi SAW :
ﻛُﻨَّﺎﺟُﻠُﻮْﺳًﺎ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻞَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻨَﻈَﺮَ ﺍِﻟَﻰ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮِ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍَﺭْﺑَﻊَ ﻋَﺸَﺮَﺓَ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺍِﻧَّﻜُﻢْ ﺳَﺘَﺮُﻭْﻥَ ﺭَﺑَّﻜُﻢْ ﻋَﻴَﺎﻧًﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺮَﻭْﻥَ ﻫَﺬَﺍﺍﻟْﻘَﻤَﺮَ ﻻَﺗُﻀَﻤُّﻮْﻥَ ﻓِﻰ ﺭُﺅْﻳَﺘِﻪِ ﻓَﺈِﻥِ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢْ ﺍَﻥْ ﻻَ ﺗُﻐْﻠَﺒُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺻَﻼَﺓٍ ﻗَﺒْﻞَ ﻃُﻠُﻮْﻉِ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲِ ﻭَﺻَﻼَﺓٍ ﻗَﺒْﻞَ ﻏُﺮُﻭْﺑِﻬَﺎ ﻓَﺎﻓْﻌَﻠُﻮﺍْ .
“Kami pernah duduk bersama Rasulullah SAW, lalu beliau memandang rembulan tanggal empat belas, lantas bersabda, “Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu dengan terang sebagaimana kamu melihat rembulan itu. Kamu tidak akan ragu sedikitpun dalam melihat-Nya. Dan kalau kamu mampu janganlah terlalaikan melakukan shalat sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, maka kerjakan itu. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Adapun bagi orang-orang yang tidak dapat mengingat Allah semasa hidupnya di dunia, maka Allah akan mengumpulkannya dalam keadaan buta, bisu, dan pekak sebagaimana firman Allah :
ﻭَﻧَﺤْﺸُﺮُﻫُﻢْ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﻤَﺔِ ﻋَﻠَﻰ ﻭُﺟُﻮﻫِﻬِﻢْ ﻋُﻤْﻴًﺎ ﻭَﺑُﻜْﻤًﺎ ﻭَﺻُﻤًّﺎ ﻣَّﺄْﻭَﻫُﻢْ ﺟَﻬَﻨَّﻢُ .
Artinya : “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak, tempat kediaman mereka adalah neraka jahannam”. (Q.S. 83 al-Isra’: 97).
ﻛَﻶَّ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻋَﻦْ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻟَّﻤَﺤْﺠُﻮﺑُﻮﻥَ .
Artinya : “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terlarang dari (melihat) Tuhan mereka.” (Q.S. 83 al-Mutaffifin: 15).
Demikianlah siksaan yang Allah berikan bagi orang-orang yang tidak dapat menggunakan mata, hati, dan pendengarannya untuk mengenal Allah semasa hidupnya di dunia. Adapun bagi orang-orang yang dapat mengingat Allah, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya. Adapun bagi orang-orang yang tidak dapat mengingat Allah pada saat matinya, maka nerakalah baginya. Orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah sewaktu di dunia, maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang buta di dunia dan di akhirat serta mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta pula* sebagaimana firman Allah :
ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻰ ﻫَﺬِﻩِ ﺃَﻋْﻤَﻰ ﻓَﻬُﻮَ ﻓِﻰ ﺍْﻷَﺧِﺮَﺓِ ﺃَﻋْﻤَﻰ ﻭَﺃَﺿَﻞَّ ﺳَﺒِﻴْﻼً
Artinya : “Barangsiapa yang buta di dunia ini, maka di akhirat nanti ia lebih buta lagi dan lebih sesat jalannya”. (Q.S. 17 al-Isra’: 72).
Sesungguhnya yang dimaksud dengan buta pada ayat di atas adalah butanya mata hati, sebagaimana firman Allah :
ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻻَﺗَﻌْﻤَﻰ ﺍْﻷَﺑْﺼَﺮُ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺗَﻌْﻤَﻰ ﺍﻟْﻘُﻠُﻮْﺏُ ﺍﻟﻠّّﺘِﻲْ ﻓِﻰ ﺍﻟﺼُّﺪُﻭْﺭِ
Artinya : “Sesungguhnya yang buta itu bukanlah mata kepala, tetapi yang buta itu adalah mata hati yang ada di dalam dada.” (Q.S. 22 al-Hadid: 46).
Berdasarkan penjelasan kedua ayat di atas, dapatlah kita ketahui bahwa sesungguhnya orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah pada hakikatnya adalah orang-orang yang buta di dunia dan di akhirat kelak. Mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta. Ketauhilah sesungguhnya buta mata hati itu lebih parah daripada butanya mata kepala. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mengutamakan Ilmu Syari’at dan mengabaikan Hakikat pada hakikatnya adalah membiarkan diri mereka dalam kebutaan dan tidak mengenal Tuhannya.
Ketahuilah, sesungguhnya hanya dengan mempelajari hakikat/bertarekatlah manusia akan mengetahui bahwa hati yang bernama latifah robbaniyah itulah yang mengetahui tentang hakikat Allah Ta’ala dan tidak dapat dicapai oleh oleh khayal, pikiran serta sangka-sangka manusia. Dan hati latifah robbaniyah
itulah yang akan dihisab atau ditanyai oleh Allah Ta’ala kelak.
RINGKASAN DAN HIMBAUAN PENTING BAGI PARA PEMBACA
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa Tasawuf dan Tarekat adalah bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Orang yang bertarekat sudah barang tentu bertasawuf, namun orang yang mengkaji Tasawuf tanpa bertarekat adalah mustahil bagaikan orang yang ingin menyeberangi lautan yang luas tanpa perahu.
Oleh sebab itu Mempelajari Tarekat/Tasawuf Hukumnya adalah Wajib bagi setiap Muslimin dan Muslimat, sebab tanpa Bertarekat Sudah Pasti Sesat, sebab tidak mengenal yang disembahnya dan Allah tidak akan memberikan penilaian apa-apa terhadap amal ibadah yang mereka lakukan. Mereka akan dibangkitkan Allah dalam keadaan buta disebabkan butanya mata hati mereka dari mengenal Allah sewaktu di dunia dan tidak ada tempat bagi mereka (orang-orang yang tidak bertarekat) selain Neraka.
Mengingat begitu urgennya, Tarekat/Tasawuf sebagai satu-satunya cara untuk mentauhidkan Allah, maka segala paham yang berupaya merongrong dan menolak ajaran Tarekat/Tasawuf adalah wajib ditolak.
Ajaran Wahabi (yang saat ini menamakan diri mereka dengan paham Salafi atau sejenisnya) adalah salah satu paham yang harus diwaspadai, disebabkan kebencian mereka terhadap ajaran Tarekat/Tasawuf. Paham Wahabi dengan segala ajarannya harus dijauhi sebab dapat menyebabkan umat Islam menjadi sesat karena tidak mengenal Tuhan yang disembahnya. Sudah sewajarnya umat Islam menyadari bahwa segala tuduhan negatif yang dilontarkan kepada Ahli Tasawuf dan ajarannya adalah propaganda yang bersumber dari orang-orang yang awam dan sama sekali tidak paham tentang Tasawuf.
Meskipun penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam membela Tarekat/Tasawuf dengan berdasarkan dalil naqli dan aqli serta telah menyebutkan bahwa bertarekat itu wajib hukumnya, namun lewat tulisan ini penulis juga menghimbau kepada para pembaca agar terlebih dahulu menguji atau meneliti kebenaran ajaran Tarekat yang akan diikutinya, karena tidak ada jaminan bahwa semua Tarekat itu benar-benar dapat menyampaikan pengenalan kepada Allah. Berdasarkan kriteria Tarekat yang telah penulis sebutkan kiranya dapat dijadikan pedoman untuk menyeleksi kebenaran Tarekat yang akan diikuti ajarannya.
Semoga Allah menunjuki kita semua sehingga dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil.
**** MARI BERTHARIQAH ****
Tanya :
Apa akibat dan bahayanya jika seorang Muslim yang mengaku beriman tidak mempelajari Tarekat?
Jawab :
Jika seorang Muslim yang mengaku beriman hanya mempelajari Ilmu Syari’at saja dan tidak mempelajari Tarekat sampai akhir hayatnya, maka nanti pada saat sakaratul maut segala amalan Syari’atnya (shalat, puasa, zakat, dan haji) tidak akan dapat menolongnya. Menurut Al-Ghazali, yang dimaksud dengan sakaratul maut yaitu, dikatakan telah mati, nyawanya masih ada, dikatakan masih hidup, sudah tidak bisa apa-apa.
Ada tujuh sifat maani (wajib) pada Allah Taala yang telah dipinjamkan kepada manusia, diantaranya yaitu :
- Hayat, sedangkan pada manusia adalah yang dihidupkan.
- Ilmu, sedangkan pada manusia adalah yang diberi ilmu.
- Iradat, sedangkan pada manusia adalah yang diberi kehendak.
- Qudrat, sedangkan pada manusia adalah yang diberi kemampuan.
- Bashar, sedangkan pada manusia adalah yang diberi penglihatan.
- Sam'a’ sedangkan pada manusia adalah yang diberi pendengaran.
- Kalam, sedangkan pada manusia adalah yang diberi kemampuan berkata-kata.
ﻳَﻮْﻡَ ﻻَﻳَﻨْﻔَﻊُ ﻣَﺎﻝٌ ﻭَﻻَﺑَﻨُﻮْﻥَ . ﺍِﻻَّﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑِﻘَﻠْﺐٍ ﺳَﻠِﻴْﻢٍ .
Artinya : “Pada hari itu harta anak-anak laki-laki tiada berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Jadi berdasarkan ayat di atas bahwa yang dapat menyelamatkan manusia pada saat sakaratul maut adalah hati yang bersih. Adapun yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu hati yang selalu mengingat Allah.Jadi jelaslah Ilmu Syari’at tidak berlaku dan tidak dapat digunakan pada saat sakaratul maut, sebab Ilmu Syari’at terkait dengan sifat iradat, qudrat, basar, sama’, dan kalam. Sedangkan kelima sifat tersebut telah diangkat oleh Allah pada saat sakaratul maut. Oleh sebab itu Hadis Nabi yang berbunyi :
ﻟَﻘِّﻨُﻮﺍْ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻻَﺍِﻟَﻪَ ﺍِﻻَّﺍﻟﻠﻪُ
Artinya : “Bimbinglah orang yang hendak meninggal dunia dengan ucapan: la ilaha illallah”. (H.R. Muslim).
Hadis di atas sesungguhnya diperuntukkan kepada orang yang akan mati, yaitu setiap orang yang masih hidup dan bukan kepada orang yang akan mati pada saat sakaratul maut. Hadis di atas merupakan peringatan kepada orang-orang yang masih hidup supaya mengenal Allah, sebab apabila kalimah la ilaha illallah dibisikkan kepada orang yang akan mati pada saat sakaratul maut tidak akan ada gunanya, sebab Allah telah mengangkat sifat sama’ (pendengaran) padanya, mata telah buta, anggota badan telah lumpuh dan kaku. Maka tiadalah yang dapat menyelamatkan manusia pada saat sakaratul maut selain dirinya sendiri.
ILMU SYARIAT TIDAK AKAN MAMPU MENOLONGHMU SAAT MENGHADAPI SAKARATUL MAUT.
Apabila ia semasa hidupnya hanya mempelajari Ilmu Syari’at saja, maka binasalah ia, sebab Ilmu Syari’at tidak berlaku pada saat sakaratul maut. Lalu ilmu apakah yang berlaku pada saat sakaratul maut? maka jawabannya dapat diperoleh dari pantun yang berisi nasehat kepada manusia tentang sakaratul maut:Pohon jelatang di tepi laut...
Gugur bunganya dimakan ikan...
Kalaulah datang si Malaikal maut...
Ilmu apa yang akan digunakan...
Orang nelayan pergi ke laut...
Pukat dibawa penangkap ikan...
Kalaulah datang si Malaikal maut...
Ilmu Hakikat itulah yang di gunakan...
Kata bismillah asal mula jadi...
Makrifat iman itulah nur Ilahi...
Apalah gunanya ilmu dicari...
Kalaulah tidak mengenal diri...
Pandang makrifat di dalam diri...
Tempat terjadi ismu Illahi...
Amalan Syari’at belumlah berarti...
Amalan hakikat itulah yang dibawa mati...
Baca juga : Pentingnya Perpaduan Antara Syariat dan Haqiqat
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa Ilmu Hakikatlah yang berlaku pada saat sakaratul maut, sebab hanya dengan Ilmu Hakikatlah manusia dapat mengingat Allah. Apabila pada saat akhir hayatnya ia dapat mengingat Allah, maka inilah yang disebut dengan hati yang bersih/selamat (qalbin salim), yaitu tidak ada yang diingatnya selain Allah. Di sinilah penentuan apakah manusia itu masuk surga atau neraka. Apabila pada saat akhir hayatnya ia dapat mengingat Allah, maka surgalah baginya. Adapun orang yang tidak dapat mengingat Allah pada akhir hayatnya, maka nerakalah baginya.
Adapun bagi orang yang dapat mengingat Allah, maka tidak ada hak bagi Malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Allahlah yang langsung mencabut nyawanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat az-Zumar ayat 42 :
ﺍﻟﻠﻪُ ﻳَﺘَﻮَﻓَّﻰ ﺍْﻷَﻧْﻔُﺲَ ﺣِﻴْﻦَ ﻣَﻮْﺗِﻬَﺎ
Artinya : Allahlah yang mencabut nyawa orang yang mengingat Allah ketika matinya.”
Berdasarkan ayat di atas, Allahlah yang langsung mencabut nyawa orang yang dapat mengingat-Nya di saat wafatnya. Para sufi berkata bahwa sesakit-sakit orang yang dicabut oleh Allah nyawanya adalah seperti ia mengangkat takbir ketika hendak sembahnyang. Adapun cara Allah mewafatkan hamba-hamba-Nya yang dapat mengingat-Nya, maka Allah cukup hanya dengan memanggilnya, sebagaimana dijelaskan di dalam firman Allah dalam surat al-Fajri ayat 27-30 :
ﻳَﺄَﻳَّﺘُﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲُ ﺍﻟْﻤُﻄْﻤَﺌِﻨَّﺔٌ . ﺍِﺭْﺟِﻌِﻰ ﺍِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻚَ ﺭَﺍﺿِﻴَﺔً ﻣَﺮْﺿِﻴَﺔً . ﻓَﺎﺩْﺧُﻠِﻰ ﻓِﻰ ﻋِﺒَﺪِﻯ . ﻭَﺍﺩْﺧُﻠِﻰ ﺟَﻨَّﺘِﻰ .
Artinya : “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Q.S. 89 al-Fajri: 27-30).
Demikianlah penghargaan Allah bagi orang yang dapat mengingat-Nya pada saat wafatnya. Para Malaikat yang mengelilinginya hanya mengucapkan salam kepadanya dan menggiring ruh tersebut ke baitul makmur.
Adapun bagi orang yang tidak dapat mengingat Allah pada saat wafatnya, maka Allah mewakilkan kepada Malaikat Maut untuk mencabut nyawanya, sebagaimana firman Allah :
ﻗُﻞْ ﻳَﺘَﻮَﻓَّﻜُﻢْ ﻣَّﻠَﻚُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻭُﻛِّﻞَ ﺑِﻜُﻢْ ﺛُﻢَّ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮْﻥَ .
Artinya : “Katakanlah Allah akan mewakilkan Malaikal maut untuk mencabut nyawamu, kemudian kepada Tuhanmulah kamu akan kembali”. (Q.S. 32 as-Sajadah: 11).
Selanjutnya di dalam surat an-Nisa Allah menjelaskan orang yang bagaimana yang dicabut oleh Malaikat maut nyawanya, sebagaimana firman Allah :
ﺍِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺗَﻮَﻓَّﻬُﻢُ ﺍﻟْﻤَﻠَﺌِﻜَﺔُ ﻇَﺎﻟِﻤِﻰ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ
Artinya : “Sesungguhnya orang yang diwafatkan Malaikat maut adalah mereka yang menzalimi diri mereka sendiri”. (Q.S. 4 an-Nisa: 97).
Berdasarkan penjelasan ayat di atas bahwa sesungguhnya orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah pada hakikatnya adalah orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri.
Adapun seenak-enak atau seringan-ringan Malaikat maut mencabut nyawa manusia adalah seperti kambing dikuliti hidup-hidup. Demikianlah jijiknya Allah terhadap orang yang tidak dapat mengingat-Nya, sehingga Allah mewakilkan kepada Malaikat maut untuk mencabut nyawanya.
Demikianlah betapa meruginya orang-orang yang hanya mengandalkan amal Syari’at saja dan mengabaikan Hakikat. Orang-orang yang mengabaikan hakikat adalah orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri. Hal ini disebabkan karena sesungguhnya mereka tidak mengenal yang mereka sembah. Inilah yang menyebabkan mereka tidak dapat kembali kepada Allah karena sesunggunya sewaktu di dunia mereka tidak pernah mengenal Allah.
Adapun bagi orang-orang mukmin yang dapat mengingat Tuhannya semasa hidupnya di dunia, maka di yaumil mahsyar wajah mereka pada hari itu berseri-seri sebagaimana firman Allah :
ﻭُﺟُﻮﻩٌ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻧَّﺎﺿِﺮَﺓٌ . ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻬَﺎ ﻧَﺎﻇِﺮَﺓٌ .
Artinya : “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Q.S. 75 al-Qiyamah: 22-23).
Hadis Nabi SAW :
ﻛُﻨَّﺎﺟُﻠُﻮْﺳًﺎ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻞَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻨَﻈَﺮَ ﺍِﻟَﻰ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮِ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍَﺭْﺑَﻊَ ﻋَﺸَﺮَﺓَ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺍِﻧَّﻜُﻢْ ﺳَﺘَﺮُﻭْﻥَ ﺭَﺑَّﻜُﻢْ ﻋَﻴَﺎﻧًﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺮَﻭْﻥَ ﻫَﺬَﺍﺍﻟْﻘَﻤَﺮَ ﻻَﺗُﻀَﻤُّﻮْﻥَ ﻓِﻰ ﺭُﺅْﻳَﺘِﻪِ ﻓَﺈِﻥِ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢْ ﺍَﻥْ ﻻَ ﺗُﻐْﻠَﺒُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺻَﻼَﺓٍ ﻗَﺒْﻞَ ﻃُﻠُﻮْﻉِ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲِ ﻭَﺻَﻼَﺓٍ ﻗَﺒْﻞَ ﻏُﺮُﻭْﺑِﻬَﺎ ﻓَﺎﻓْﻌَﻠُﻮﺍْ .
“Kami pernah duduk bersama Rasulullah SAW, lalu beliau memandang rembulan tanggal empat belas, lantas bersabda, “Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu dengan terang sebagaimana kamu melihat rembulan itu. Kamu tidak akan ragu sedikitpun dalam melihat-Nya. Dan kalau kamu mampu janganlah terlalaikan melakukan shalat sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, maka kerjakan itu. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Adapun bagi orang-orang yang tidak dapat mengingat Allah semasa hidupnya di dunia, maka Allah akan mengumpulkannya dalam keadaan buta, bisu, dan pekak sebagaimana firman Allah :
ﻭَﻧَﺤْﺸُﺮُﻫُﻢْ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﻤَﺔِ ﻋَﻠَﻰ ﻭُﺟُﻮﻫِﻬِﻢْ ﻋُﻤْﻴًﺎ ﻭَﺑُﻜْﻤًﺎ ﻭَﺻُﻤًّﺎ ﻣَّﺄْﻭَﻫُﻢْ ﺟَﻬَﻨَّﻢُ .
Artinya : “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak, tempat kediaman mereka adalah neraka jahannam”. (Q.S. 83 al-Isra’: 97).
ﻛَﻶَّ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻋَﻦْ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻟَّﻤَﺤْﺠُﻮﺑُﻮﻥَ .
Artinya : “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terlarang dari (melihat) Tuhan mereka.” (Q.S. 83 al-Mutaffifin: 15).
Demikianlah siksaan yang Allah berikan bagi orang-orang yang tidak dapat menggunakan mata, hati, dan pendengarannya untuk mengenal Allah semasa hidupnya di dunia. Adapun bagi orang-orang yang dapat mengingat Allah, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya. Adapun bagi orang-orang yang tidak dapat mengingat Allah pada saat matinya, maka nerakalah baginya. Orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah sewaktu di dunia, maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang buta di dunia dan di akhirat serta mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta pula* sebagaimana firman Allah :
ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻰ ﻫَﺬِﻩِ ﺃَﻋْﻤَﻰ ﻓَﻬُﻮَ ﻓِﻰ ﺍْﻷَﺧِﺮَﺓِ ﺃَﻋْﻤَﻰ ﻭَﺃَﺿَﻞَّ ﺳَﺒِﻴْﻼً
Artinya : “Barangsiapa yang buta di dunia ini, maka di akhirat nanti ia lebih buta lagi dan lebih sesat jalannya”. (Q.S. 17 al-Isra’: 72).
Sesungguhnya yang dimaksud dengan buta pada ayat di atas adalah butanya mata hati, sebagaimana firman Allah :
ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻻَﺗَﻌْﻤَﻰ ﺍْﻷَﺑْﺼَﺮُ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺗَﻌْﻤَﻰ ﺍﻟْﻘُﻠُﻮْﺏُ ﺍﻟﻠّّﺘِﻲْ ﻓِﻰ ﺍﻟﺼُّﺪُﻭْﺭِ
Artinya : “Sesungguhnya yang buta itu bukanlah mata kepala, tetapi yang buta itu adalah mata hati yang ada di dalam dada.” (Q.S. 22 al-Hadid: 46).
Berdasarkan penjelasan kedua ayat di atas, dapatlah kita ketahui bahwa sesungguhnya orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah pada hakikatnya adalah orang-orang yang buta di dunia dan di akhirat kelak. Mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta. Ketauhilah sesungguhnya buta mata hati itu lebih parah daripada butanya mata kepala. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mengutamakan Ilmu Syari’at dan mengabaikan Hakikat pada hakikatnya adalah membiarkan diri mereka dalam kebutaan dan tidak mengenal Tuhannya.
Ketahuilah, sesungguhnya hanya dengan mempelajari hakikat/bertarekatlah manusia akan mengetahui bahwa hati yang bernama latifah robbaniyah itulah yang mengetahui tentang hakikat Allah Ta’ala dan tidak dapat dicapai oleh oleh khayal, pikiran serta sangka-sangka manusia. Dan hati latifah robbaniyah
itulah yang akan dihisab atau ditanyai oleh Allah Ta’ala kelak.
RINGKASAN DAN HIMBAUAN PENTING BAGI PARA PEMBACA
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa Tasawuf dan Tarekat adalah bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Orang yang bertarekat sudah barang tentu bertasawuf, namun orang yang mengkaji Tasawuf tanpa bertarekat adalah mustahil bagaikan orang yang ingin menyeberangi lautan yang luas tanpa perahu.
Oleh sebab itu Mempelajari Tarekat/Tasawuf Hukumnya adalah Wajib bagi setiap Muslimin dan Muslimat, sebab tanpa Bertarekat Sudah Pasti Sesat, sebab tidak mengenal yang disembahnya dan Allah tidak akan memberikan penilaian apa-apa terhadap amal ibadah yang mereka lakukan. Mereka akan dibangkitkan Allah dalam keadaan buta disebabkan butanya mata hati mereka dari mengenal Allah sewaktu di dunia dan tidak ada tempat bagi mereka (orang-orang yang tidak bertarekat) selain Neraka.
Mengingat begitu urgennya, Tarekat/Tasawuf sebagai satu-satunya cara untuk mentauhidkan Allah, maka segala paham yang berupaya merongrong dan menolak ajaran Tarekat/Tasawuf adalah wajib ditolak.
Ajaran Wahabi (yang saat ini menamakan diri mereka dengan paham Salafi atau sejenisnya) adalah salah satu paham yang harus diwaspadai, disebabkan kebencian mereka terhadap ajaran Tarekat/Tasawuf. Paham Wahabi dengan segala ajarannya harus dijauhi sebab dapat menyebabkan umat Islam menjadi sesat karena tidak mengenal Tuhan yang disembahnya. Sudah sewajarnya umat Islam menyadari bahwa segala tuduhan negatif yang dilontarkan kepada Ahli Tasawuf dan ajarannya adalah propaganda yang bersumber dari orang-orang yang awam dan sama sekali tidak paham tentang Tasawuf.
Meskipun penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam membela Tarekat/Tasawuf dengan berdasarkan dalil naqli dan aqli serta telah menyebutkan bahwa bertarekat itu wajib hukumnya, namun lewat tulisan ini penulis juga menghimbau kepada para pembaca agar terlebih dahulu menguji atau meneliti kebenaran ajaran Tarekat yang akan diikutinya, karena tidak ada jaminan bahwa semua Tarekat itu benar-benar dapat menyampaikan pengenalan kepada Allah. Berdasarkan kriteria Tarekat yang telah penulis sebutkan kiranya dapat dijadikan pedoman untuk menyeleksi kebenaran Tarekat yang akan diikuti ajarannya.
Semoga Allah menunjuki kita semua sehingga dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil.
Terima kasih buat artikelnya mas,
ReplyDelete